SISTEM EKONOMI KAPITALISME / (LIBERALISME)
SISTEM PEREKONOMIAN
KAPITALIS(LIBERAL)
Kapitalisme adalah suatu paham yang meyakini bahwa pemilik modal bisa melakukan usahanya untuk meraih keuntungan sebesar-besarnya. Demi prinsip tersebut, maka pemerintah tidak dapat melakukan intervensi pasar guna keuntungan bersama. Walaupun demikian, kapitalisme sebenarnya tidak memiliki definisi universal yang bisa diterima secara luas.
Beberapa ahli mendefinisikan kapitalisme sebagai sebuah sistem
yang mulai berlaku di Eropa pada abad ke-16 hingga abad ke-19, yaitu pada masa
perkembangan perbankan komersial Eropa di mana sekelompok individu maupun
kelompok dapat bertindak sebagai suatu badan tertentu yang dapat memiliki
maupun melakukan perdagangan benda milik pribadi, terutama barang modal,
seperti tanah dan manusia guna proses perubahan dari barang modal ke barang
jadi. Untuk mendapatkan modal-modal tersebut, para kapitalis harus mendapatkan
bahan baku dan mesin dahulu, baru buruh sebagai operator mesin dan juga untuk
mendapatkan nilai lebih dari bahan baku tersebut.
Tokoh penemu paham liberal
Niccolò Machiavelli
Niccolò Machiavelli (Florence, 1469-1527), adalah seorang tokoh
liberal terbaik yang dikenal dengan pendapatnya, Il Principe. Dia adalah
pendiri realis filosofi politis yang mendukung pemerintahan republik, angkatan
perang negara, divisi kekuasaan, perlindungan milik perorangan, dan pengekangan
pembelanjaan pemerintah sebagai kebebasan suatu republik. Ia menulis secara ekstensif
pada kebutuhan individu sebagai suatu karakteristik yang penting sebagai
kepemerintahan yang stabil. Ia berargumentasi bahwa sebaik-baiknya kebebasan
individu masih perlu dilindungi oleh legitasi serta regulasi yang baik dari
pemerintah. Dan bahwa orang-orang yang bisa memimpin hukum dengan benar
hanyalah orang-orang yang segala ambisi dan keegoisannya bisa dihilangkan dalam
memelihara kebebasannya tersendiri. Dia berpendapat bahwa realisme adalah pusat
gagasan dalam pelajaran politis dan mengutamakan kebebasan republik (individu)
dibawah prinsip.
Anti statis kaum liberal melihat pesan-pesan utama yang dikatakan Machiavelli’s bahwa ia berbicara atas nama suatu status yang kuat dibawah seorang pemimpin kuat, yang menggunakan maksud apapun untuk menetapkan posisinya, sedangkan liberalisme adalah suatu ideologi dari kebebasan individu dan aneka pilihan sukarela atau fakultatif. Beberapa hasil karyanya adalah Il Principe – 1513 dan Discorsi Sopra la Prima Deca di Tito Livio, 1512-1517.
Anti statis kaum liberal melihat pesan-pesan utama yang dikatakan Machiavelli’s bahwa ia berbicara atas nama suatu status yang kuat dibawah seorang pemimpin kuat, yang menggunakan maksud apapun untuk menetapkan posisinya, sedangkan liberalisme adalah suatu ideologi dari kebebasan individu dan aneka pilihan sukarela atau fakultatif. Beberapa hasil karyanya adalah Il Principe – 1513 dan Discorsi Sopra la Prima Deca di Tito Livio, 1512-1517.
Desiderius Erasmus
Desiderius Erasmus (Belanda, 1466-1536) adalah seorang tokoh
liberal yang dikenal sebagai orang yang berperikemanusiaan. Dia berkata bahwa
masyarakat Erasmusian melintasi Eropa sampai pada taraf tertentu sebagai
jawaban atas pergolakan reformasinya. Ia berhadapan dengan kebebasan
berkehendak. Dalam karyanya De Libero Arbitrio Diatribe Sive Collatio (1524),
ia meneliti dengan kepintaran dan kejeniusannya untuk menghapus keterbatasan
hidup sebagai pernyataan atas kebebasan manusia. Beberapa hasil karyanya Lof d
Zotheid, 1509 dan De Libero Arbitrio Diatribe Sive Collatio, 1524.
Prinsip – Prinsip Sistem Kapitalisme
1. Mencari keuntungan dgn berbagai cara dan sarana kecuali yg
terang-terangan dilarang negara krn merusak masyarakat seperti heroin dan
semacamnya.
2. Mendewakan hak milik pribadi dgn membuka jalan selebar-lebarnya
agar tiap orang mengerahkan kemampuan dan potensi yg ada utk meningkatkan
kekayaan dan memeliharanya serta tidak ada yg menjahatinya. Karena itu
dibuatlah peraturan-peraturan yg cocok utk meningkatkan dan melancarkan usaha
dan tidak ada campur tangan negara dalam kehidupan ekonomi kecuali dalam
batas-batas yg yg sangat diperlukan oleh peraturan umum dalam rangka
mengokohkan keamanan.
3. Perfect Competition .
Price system sesuai dgn tuntutan permintaan dan kebutuhan dan bersandar pada peraturan harga yg diturunkan dalam rangka mengendalikan komoditas dan penjualannya.
Price system sesuai dgn tuntutan permintaan dan kebutuhan dan bersandar pada peraturan harga yg diturunkan dalam rangka mengendalikan komoditas dan penjualannya.
Ciri-ciri Kapitalisme :
1. Pengakuan yang luas atas hak-hak pribadi
2. Pemilikan alat-alat produksi di tangan individu
3. Inidividu bebas memilih pekerjaan/ usaha yang dipandang baik bagi dirinya.
4. Perekonomian diatur oleh mekanisme pasar
5. Pasar berfungsi memberikan “signal” kepda produsen dan konsumen dalam bentuk harga-harga.
6. Campur tangan pemerintah diusahakan sekecil mungkin. “The Invisible Hand” yang mengatur perekonomian menjadi efisien.
7. Barang dan jasa diperdagangkan di pasar bebas (free market) yang bersifat kompetitif.
8.modal kapitali (baik uang maupun kekayaan lain) diinvestasikan ke dalam berbagai usaha untuk menghasilkan laba (profit).
2. Pemilikan alat-alat produksi di tangan individu
3. Inidividu bebas memilih pekerjaan/ usaha yang dipandang baik bagi dirinya.
4. Perekonomian diatur oleh mekanisme pasar
5. Pasar berfungsi memberikan “signal” kepda produsen dan konsumen dalam bentuk harga-harga.
6. Campur tangan pemerintah diusahakan sekecil mungkin. “The Invisible Hand” yang mengatur perekonomian menjadi efisien.
7. Barang dan jasa diperdagangkan di pasar bebas (free market) yang bersifat kompetitif.
8.modal kapitali (baik uang maupun kekayaan lain) diinvestasikan ke dalam berbagai usaha untuk menghasilkan laba (profit).
Kebaikan-kebaikan Ekonomi Kapitalisme:
* Lebih efisien dalam memanfaatkan sumber-sumber daya dan
distribusi barang-barang.
* Kreativitas masyarakat menjadi tinggi karena adanya kebebasan melakukan segala hal yang terbaik dirinya.
* Pengawasan politik dan sosial minimal, karena tenaga waktu dan biaya yang diperlukan lebih kecil.
* Kreativitas masyarakat menjadi tinggi karena adanya kebebasan melakukan segala hal yang terbaik dirinya.
* Pengawasan politik dan sosial minimal, karena tenaga waktu dan biaya yang diperlukan lebih kecil.
Kelemahan-kelemahan Kapitalisme
* Sistem ini mengabaikan etika dan sosial. (Akan diuraikan
dibawah)
* Berlandaskan sistem ribawi.
* Tidak ada persaingan sempurna. Yang ada persaingan tidak sempurna dan persaingan monopolistik.
* Sistem harga gagal mengalokasikan sumber-sumber secara efisien, karena adanya faktor-faktor eksternalitas (tidak memperhitungkan yang menekan upah buruh dan lain-lain).
* Berlandaskan sistem ribawi.
* Tidak ada persaingan sempurna. Yang ada persaingan tidak sempurna dan persaingan monopolistik.
* Sistem harga gagal mengalokasikan sumber-sumber secara efisien, karena adanya faktor-faktor eksternalitas (tidak memperhitungkan yang menekan upah buruh dan lain-lain).
Kecenderungan Bisnis dalam Kapitalisme
Perkembangan bisnis sangat dipengaruhi oleh sistem ekonomi yang
berlaku. Kecenderungan bisnis dalam kapitalisme dewasa ini adalah: adanya
spesialisasi, adanya produksi massa, adanya perusahaan berskala besar, adanya
perkembangan penelitian.
Runtuhnya Sistem Ekonomi Kapitalisme
Dengan kegagalan kapitalisme membangun kesejahteran umat manusia
di muka bumi, maka isu kematian ilmu ekonomi semakin meluas di kalangan para
cendikiawan dunia. Banyak pakar yang secara khusus menulis buku tentang The
Death of Economics tersebut, antara lain Paul Omerod, Umar Ibrahim Vadillo,
Critovan Buarque, dan sebagainya.
Paul Omerod dalam buku The Death of Economics (1994). Menuliskan
bahwa ahli ekonomi terjebak pada ideologi kapitalisme yang mekanistik yang
ternyata tidak memiliki kekuatan dalam membantu dan mengatasi resesi ekonomi
yang melanda dunia. Mekanisme pasar yang merupakan bentuk dari sistem yang
diterapkan kapitalis cenderung pada pemusatan kekayaan pada kelompok orang
tertentu.
Mirip dengan buku Omerod, muncul pula Umar Vadillo dari Scotlandia
yang menulis buku, ”The Ends of Economics” yang mengkritik secara tajam
ketidakadilan sistem moneter kapitalisme. Kapitalisme justru telah melakukan
”perampokan” terhadap kekayaan negara-negara berkembang melalui sistem moneter
fiat money yang sesungguhnya adalah riba.
Dari berbagai analisa para ekonom dapat disimpulkan, bahwa teori
ekonomi telah mati karena beberapa alasan:
• Pertama, teori ekonomi Barat (kapitalisme) telah menimbulkan ketidakadilan ekonomi yang sangat dalam, khususnya karena sistem moneter yang hanya menguntungkan Barat melalui hegemoni mata uang kertas dan sistem ribawi.
• Kedua, Teori ekonomi kapitalisme tidak mampu mengentaskan masalah kemiskinan dan ketimpangan pendapatan.
• Ketiga, paradigmanya tidak mengacu kepada kepentingan masyarakat secara menyeluruh, sehingga ada dikotomi antara individu, masyarakat dan negara.
• Keempat, Teori ekonominya tidak mampu menyelaraskan hubungana antara negara-negara di dunia, terutama antara negara-negara maju dan negara berkembang.
• Kelima, terlalaikannya pelestarian sumber daya alam.
• Pertama, teori ekonomi Barat (kapitalisme) telah menimbulkan ketidakadilan ekonomi yang sangat dalam, khususnya karena sistem moneter yang hanya menguntungkan Barat melalui hegemoni mata uang kertas dan sistem ribawi.
• Kedua, Teori ekonomi kapitalisme tidak mampu mengentaskan masalah kemiskinan dan ketimpangan pendapatan.
• Ketiga, paradigmanya tidak mengacu kepada kepentingan masyarakat secara menyeluruh, sehingga ada dikotomi antara individu, masyarakat dan negara.
• Keempat, Teori ekonominya tidak mampu menyelaraskan hubungana antara negara-negara di dunia, terutama antara negara-negara maju dan negara berkembang.
• Kelima, terlalaikannya pelestarian sumber daya alam.
Alasan-alasan inilah yang oleh Mahbub al-Haq (1970) dianggap
sebagai dosa-dosa para perencana pembangunan kapitalis. Kesimpulan ini begitu
jelas apabila pembahasan teori ekonomi dihubungkan dengan pembangunan di negara-negara
berkembang. Sementara itu perkembangan terakhir menunjukkan bahwa kesenjangan
antara negara-negara berpendapatan tinggi dan negara-negara berpendapatan
rendah, tetap menjadi indikasi bahwa globalisasi belum menunjukkan kinerja yang
menguntungkan bagi negara miskin. (The World Bank, 2002).
Sejalan dengan Omerod dan Vadillo, belakangan ini muncul lagi
ilmuwan ekonomi terkemuka bernama E.Stigliz, pemegang hadiah Nobel ekonomi pada
tahun 2001. Stigliz adalah Chairman Tim Penasehat Ekonomi President Bill
Clinton, Chief Ekonomi Bank Dunia dan Guru Besar Universitas Columbia. Dalam
bukunya “Globalization and Descontents”, ia mengupas dampak globalisasi dan
peranan IMF (agen utama kapitalisme) dalam mengatasi krisis ekonomi global
maupun lokal. Ia menyatakan, globalisasi tidak banyak membantu negara miskin.
Akibat globalisasi ternyata pendapatan masyarakat juga tidak meningkat di
berbagai belahan dunia. Penerapan pasar terbuka, pasar bebas, privatisasi
sebagaimana formula IMF selama ini menimbulkan ketidakstabilan ekonomi negara
sedang berkembang, bukan sebaliknya seperti yang selama ini didengungkan barat
bahwa globalisasi itu mendatangkan manfaat.. Stigliz mengungkapkan bahwa IMF
gagal dalam misinya menciptakan stabilitas ekonomi yang stabil.
Karena kegagalan kapitalisme itulah, maka sejak awal, Joseph
Schumpeter meragukan kapitalisme. Dalam konteks ini ia mempertanyakan, “Can
Capitalism Survive”?. No, I do not think it can. (Dapatkah kapitalisme bertahan
?. Tidak, saya tidak berfikir bahwa kapitalisme dapat bertahan). Selanjutnya ia
mengatakan, ” Capitalism would fade away with a resign shrug of the
shoulders”,Kapitalisme akan pudar/mati dengan terhentinya tanggung jawabnya
untuk kesejahteraan (Heilbroner,1992).
Sejalan dengan pandangan para ekonom di atas, pakar ekonomi
Fritjop Chapra dalam bukunya, The Turning Point, Science, Society and The
Rising Culture (1999) dan Ervin Laszio dalam buku 3rd Millenium, The Challenge
and The Vision (1999), mengungkapkan bahwa ekonomi konvensional (kapitalisme)
yang berlandaskan sistem ribawi, memiliki kelemahan dan kekeliruan yang besar
dalam sejumlah premisnya, terutama rasionalitas ekonomi yang telah mengabaikan
moral. Kelemahan itulah menyebabkan ekonomi (konvensional) tidak berhasil
menciptakan keadilan ekonomi dan kesejahteraan bagi umat manusia. Yang terjadi
justru sebaliknya, ketimpangan yang semakin tajam antara negara-negara dan
masyarakat yang miskin dengan negara-negara dan masyarakat yang kaya, demikian
pula antara sesama anggota masyarakat di dalam suatu negeri. Lebih lanjut
mereka menegaskan bahwa untuk memperbaiki keadaan ini, tidak ada jalan lain
kecuali mengubah paradigma dan visi, yaitu melakukan satu titik balik
peradaban, dalam arti membangun dan mengembangkan sistem ekonomi yang memiliki
nilai dan norma yang bisa dipertanggungjawabkan.
Titik balik peradaban versi Fritjop Chapra sangat sesuai dengan
pemikiran Kuryid Ahmad ketika memberi pengantar buku Umar Chapra, ”The Future
of Economics : An Islamic Perspective” (2000), yang mengharuskan perubahan paradigma
ekonomi. Hal yang sama juga ditulis oleh Amitai Etzioni dalam buku, ”The Moral
Dimension : Toward a New Economics”(1988), yakni kebutuhan akan paradigm shift
(pergeseran paradigma) dalam ekonomi.
Sejalan dengan pandangan para ilmuwan di atas, Critovan Buarque,
ekonom dari universitas Brazil dalam buknya, “The End of Economics” Ethics and
the Disorder of Progress (1993), melontarkan sebuah gugatan terhadap paradigma
ekonomi kapitalis yang mengabaikan nilai-nilai etika dan sosial.
Paradigma ekonomi kapitalis tersebut telah menimbulkan efek
negatif bagi pembangunan ekonomi dunia, yang disebut Fukuyama sebagai
”Kekacauan Dahsyat” dalam bukunya yang paling monumental, “The End of
Order”.(1997), yakni berkaitan dengan runtuhnya solidaritas sosial dan keluarga.
Meskipun di Barat, ada upaya untuk mewujudkan keadilan sosial,
namun upaya itu gagal, karena paradigmanya tetap didasarkan pada filsafat
materialisme dan sistem ekonomi ribawi. Kemandulan yang dihasilkan elaborasi
teori dan praktek Filsuf Sosial Amerika, John Rawis dalam buku “The Theory of
Justice” (1971) yang ditanggapi oleh Robert Nozik dalam bukunya “Anarchy, State
and Utopia” (1974), telah menjadi contoh yang mempresentasikan kegagalan teori
keadilan versi Barat.
Dampak sistem Ekonomi Kapitalisme;
Interkoneksi sistem bisnis global yang saling terkait, membuat
‘efek domino’ krisis yang berbasis di Amerika Serikat ini, dengan cepat dan
mudah menyebar ke berbagai negara di seluruh penjuru dunia. Tak terkecualikan
Indonesia. Krisis keuangan yang berawal dari krisis subprime mortgage itu
merontokkan sejumlah lembaga keuangan AS. Pemain-pemain utama Wall Street
berguguran, termasuk Lehman Brothers dan Washington Mutual, dua bank terbesar
di AS. Para investor mulai kehilangan kepercayaan, sehingga harga-harga saham
di bursa-bursa utama dunia pun rontok.
Menurut Direktur Pelaksana IMF Dominique Strauss-Kahn di
Washington, seperti dikutip AFP belum lama ini, resesi sekarang dipicu
pengeringan aliran modal. Ia menaksir akan terdapat kerugian sekitar 1,4
triliun dolar AS pada sistem perbankan global akibat kredit macet di sektor
perumahan AS. “Ini lebih tinggi dari perkiraan sebelumnya sebesar 945 miliar
dolar AS,”. Hal ini menyebabkan sistem perbankan dunia saling enggan
mengucurkan dana, sehingga aliran dana perbankan, urat nadi perekonomian
global, menjadi macet. Hasil analisis Dana Moneter Internasional (IMF) pekan
lalu mengingatkan, krisis perbankan memiliki kekuatan yang lebih besar untuk
menyebabkan resesi. Penurunan pertumbuhan setidaknya dua kuartal berturut-turut
sudah bisa disebut sebagai resesi.
Sederet bank di Eropa juga telah menjadi korban, sehingga
pemerintah di Eropa harus turun tangan menolong dan mengatasi masalah perbankan
mereka. Pemerintah Belgia, Luksemburg, dan Belanda menstabilkan Fortis Group
dengan menyediakan modal 11,2 miliar euro atau sekitar Rp155,8 triliun untuk
meningkatkan solvabilitas dan likuiditasnya. Fortis, bank terbesar kedua di
Belanda dan perusahaan swasta terbesar di Belgia, memiliki 85.000 pegawai di
seluruh dunia dan beroperasi di 31 negara, termasuk Indonesia. Ketiga
pemerintah itu memiliki 49 persen saham Fortis. Fortis akan menjual
kepemilikannya di ABN AMRO yang dibelinya tahun lalu kepada pesaingnya, ING.
Pemerintah Jerman dan konsorsium perbankan, juga berupaya menyelamatkan Bank
Hypo Real Estate, bank terbesar pemberi kredit kepemilikan rumah di Jerman.
Pemerintah Jerman menyiapkan dana 35 miliar euro atau sekitar Rp486,4 triliun
berupa garansi kredit. Inggris juga tak kalah sibuk. Kementerian Keuangan
Inggris, menasionalisasi bank penyedia KPR, Bradford & Bingley, dengan
menyuntikkan dana 50 miliar poundsterling atau Rp864 triliun. Pemerintah juga
harus membayar 18 miliar poundsterling untuk memfasilitasi penjualan jaringan
cabang Bradford & Bingley kepada Santander, bank Spanyol yang merupakan
bank terbesar kedua di Eropa. Bradford & Bingley merupakan bank Inggris
ketiga yang terkena dampak krisis finansial AS setelah Northern Rock
dinasionalisasi Februari lalu dan HBOS yang dilego pemiliknya kepada Lloyds TSB
Group.
Dengan menggunakan analisis “stakeholder”, kita dapat melihat
bahwa krisis finansial global yang dimulai dari AS, sesungguhnya merupakan
akibat dari ketidakseimbangan pembangunan ekonomi yang berlebihan di SEKTOR
FINANSIAL dibandingkan SEKTOR RIIL yang berakar dari system moneter buatan The
Fed. Padahal secara inheren sektor finansial ini sudah bersifat inflatif,
karena mengandalkan keuntungannya pada system riba dan bukan karena
produktivitas yang riil (yang disebabkan karena kerja, kreativitas dan pemikiran).
Cara populer untuk mengatasi krisis ini, karenanya, jelas dengan
memberikan energi yang lebih besar pada sektor riil sebagaimana yang pernah
dilakukan Presiden AS Roosevelt bersama penasihat ekonominya yang terkenal John
Maynard Keynes untuk membangun secara massif infrastruktur sektor riil pasca
terjadinya depresi besar di AS, di tahun 1930-an.
Secara implisit, gambaran di atas juga menunjukkan bahwa
tinggi-rendahnya dampak krisis finansial yang terjadi di AS maupun di luar AS,
sangat ditentukan oleh peran dari masing-masing pemangku kepentingan atau
“stakeholders” tadi. Pemerintah di luar AS bisa saja meminimalisir dampak
krisis bila melakukan “imunisasi” atau “proteksi” yang perlu serta
mengantisipasinya dengan melakukan pembangunan sector riil dan peningkatan
kesejahteraan publik secara massif.
2.5 Prinsip dan Akar masalah Krisis Ekonomi Kapitalis ( Krisis
Finansial )
Pertama, dengan menyingkirkan emas sebagai cadangan mata uang, dan
dimasukkannya dolar sebagai pendamping mata uang dalam Perjanjian Breetonword,
setelah berakhirnya Perang Dunia II, kemudian sebagai substitusi mata uang pada
awal dekade tujuh puluhan, telah menyebabkan dolar mendominasi perekonomian
global. Akibatnya, goncangan ekonomi sekecil apapun yang terjadi di Amerika
pasti akan menjadi pukulan yang telak bagi perekonomian negara-negara lain.
Sebab, sebagian besar cadangan devisanya, jika tidak keseluruhannya, dicover
dengan dolar yang nilai intrinsiknya tidak sebanding dengan kertas dan tulisan
yang tertera di dalamnya. Setelah euro memasuki arena pertarungan, baru
negara-negara tersebut menyimpan cadangan devisanya dengan mata uang non-dolar,
meski dolar tetap saja memiliki prosentase terbesar dalam cadangan devisa
negara-negara tersebut secara umum.
Karena itu, selama emas tidak menjadi cadangan mata uang, maka
krisis ekonomi seperti ini akan terus terulang. Sekecil apapun krisis yang
menimpa dolar, maka krisis tersebut akan dengan segera menjalar ke perekonomian
negara-negara lain. Bahkan dampak krisis politik yang dirancang Amerika juga
akan berakibat terhadap dolar, dengan begitu juga berdampak pada dunia. Kondisi
seperti akan bisa saja menimpa uang kertas negara manapun yang mempunyai
kontrol terhadap negara lain.
Kedua, hutang-hutang riba juga menciptakan masalah perekomian yang besar, hingga kadar hutang pokoknya menggelembung seiring dengan waktu, sesuai dengan prosentase riba yang diberlakukan kepadanya. Akibatnya, ketidakmampuan individu dan negara dalam banyak kondisi menjadi perkara yang nyata. Sesuatu yang menyebabkan terjadinya krisis pengembalian pinjaman, dan lambannya roda perekonomian, karena ketidakmampuan sebagian besar kelas menengah dan atas untuk mengembalikan pinjaman dan melanjutkan produksi.
Kedua, hutang-hutang riba juga menciptakan masalah perekomian yang besar, hingga kadar hutang pokoknya menggelembung seiring dengan waktu, sesuai dengan prosentase riba yang diberlakukan kepadanya. Akibatnya, ketidakmampuan individu dan negara dalam banyak kondisi menjadi perkara yang nyata. Sesuatu yang menyebabkan terjadinya krisis pengembalian pinjaman, dan lambannya roda perekonomian, karena ketidakmampuan sebagian besar kelas menengah dan atas untuk mengembalikan pinjaman dan melanjutkan produksi.
Ketiga, sistem yang digunakan di bursa dan pasar modal, yaitu
jual-beli saham, obligasi dan komoditi tanpa adanya syarat serah-terima
komuditi yang bersangkutan, bahkan bisa diperjualbelikan berkali-kali, tanpa
harus mengalihkan komoditi tersebut dari tangan pemiliknya yang asli, adalah
sistem yang batil dan menimbulkan masalah, bukan sistem yang bisa menyelesaikan
masalah, dimana naik dan turunnya transaksi terjadi tanpa proses serah terima,
bahkan tanpa adanya komiditi yang bersangkutan.. Semuanya itu memicu terjadinya
spekulasi dan goncangan di pasar. Begitulah, berbagai kerugian dan keuntungan
terus terjadi melalui berbagai cara penipuan dan manipulasi. Semuanya terus
berjalan dan berjalan, sampai terkuak dan menjadi malapetaka ekonomi.
Keempat, perkara penting, yaitu ketidaktahuan akan fakta
kepemilikan. Kepemilikan tersebut, di mata para pemikir Timur dan Barat, adalah
kepemilikan umum yang dikuasai oleh negara, sebagaimana teori Sosialisme-Komunisme,
dan kepemilikan pribadi yang dikuasi oleh kelompok tertentu. Negara pun tidak
akan mengintervensinya sesuai dengan teori Kapitalisme Liberal yang bertumpu
pada pasar bebas, privatisasi, ditambah dengan globalisasi.Ketidaktahuan akan
fakta kepemilikan ini memang telah dan akan menyebabkan goncangan dan masalah
ekonomi. Itu karena kepemilikan tersebut bukanlah sesuatu yang dikuasai oleh
negara atau kelompok tertentu, melainkan ada tiga macam:
* Kepemilikan umum, meliputi semua sumber, baik yang keras, cair
maupun gas, seperti minyak, besi, tembaga, emas dan gas. Termasuk semua yang
tersimpan di perut bumi, dan semua bentuk energi, juga industri berat yang
menjadikan energi sebagai komponen utamanya.. Maka, negara harus mengekplorasi
dan mendistribusikannya kepada rakyat, baik dalam bentuk barang maupun jasa.
* Kepemilikan negara, adalah semua kekayaan yang diambil negara, seperti pajak dengan segala bentuknya, serta perdagangan, industri dan pertanian yang diupayakan oleh negara, di luar kepemilikan umum. Semuanya ini dibiayai oleh negara sesuai dengan kepentingan negara.
* kepemilikan pribadi, yang merupakan bentuk lain. Kepemilikan ini bisa dikelola oleh individu sesuai dengan hukum syara’.
* Kepemilikan negara, adalah semua kekayaan yang diambil negara, seperti pajak dengan segala bentuknya, serta perdagangan, industri dan pertanian yang diupayakan oleh negara, di luar kepemilikan umum. Semuanya ini dibiayai oleh negara sesuai dengan kepentingan negara.
* kepemilikan pribadi, yang merupakan bentuk lain. Kepemilikan ini bisa dikelola oleh individu sesuai dengan hukum syara’.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar