BAB 4
HUKUM
PERIKATAN
1. Pengertian Hukum Perikatan
Asal kata perikatan dari obligatio (latin), obligation (Perancis,
Inggris) Verbintenis (Belanda = ikatan atau hubungan). Selanjutnya
Verbintenis mengandung banyak pengertian, di antaranya:Perikatan adalah
hubungan hukum yang terjadi di antara dua orang (pihak) atau lebih, yakni pihak
yang satu berhak atas prestasi dan pihak lainnya wajib memenuhi prestasi,
begitu juga sebaliknya.
Perjanjian adalah peristiwa di mana pihak yang satu berjanji kepada pihak
yang lain untuk melaksanakan suatu hal. Dari perjanjian ini maka timbullah
suatu peristiwa berupa hubungan hukum antara kedua belah pihak. Intinya,
hubungan perikatan dengan perjanjian adalah perjanjian yang menimbulkan
perikatan. Perjanjian merupakan salah satu sumber yang paling banyak
menimbulkan perikatan, karena hukum perjanjian menganut sistim terbuka. Oleh
karena itu, setiap anggota masyarakat bebas untuk mengadakan perjanjian.
2. Dasar Hukum Perikatan
Dasar hukum perikatan
berdasarkan KUHP perdata terdapat tiga sumber adalah sebagai berikut :
a. Perikatan yang timbul
dari persetujuan (perjanjian).
b. Perikatan yang timbul undang-undang.
Perikatan yang
berasal dari undang-undang dibagi lagi menjadi undang-undang saja dan
undang-undang dan perbuatan manusia. Hal ini tergambar dalam Pasal 1352 KUH
Perdata :”Perikatan yang dilahirkan dari undang-undang, timbul dari undang-undang
saja (uit de wet allen) atau dari undang-undang sebagai akibat perbuatan orang”
(uit wet ten gevolge van’s mensen toedoen).
c. Perikatan terjadi
karena undang-undang semata.
Perikatan yang timbul
dari undang-undang saja adalah perikatan yang letaknya di luar Buku III, yaitu
yang ada dalam pasal 104 KUH Perdata mengenai kewajiban alimentasi antara orang
tua dan anak dan yang lain dalam pasal 625 KUH Perdata mengenai hukum tetangga
yaitu hak dan kewajiban pemilik-pemilik pekarangan yang berdampingan. Di luar
dari sumber-sumber perikatan yang telah dijelaskan di atas terdapat pula
sumber-sumber lain yaitu : kesusilaan dan kepatutan (moral dan fatsoen)
menimbulkan perikatan wajar (obligatio naturalis), legaat (hibah wasiat),
penawaran, putusan hakim. Berdasarkan keadilan (billijkheid) maka hal-hal
termasuk dalam sumber – sumber perikatan.
d. Perikatan terjadi karena undang-undang
akibat perbuatan manusia.
Perikatan terjadi
bukan perjanjian, tetapi terjadi karena perbuatan melanggar hukum (onrechtmatige daad) dan perwakilan
sukarela ( zaakwarneming).
3. Azas –Azas dalam Hukum Perikatan
Asas-asas dalam hukum
perikatan diatur dalam Buku III KUH Perdata, yakni menganut azas kebebasan
berkontrak dan azas konsensualisme.
a. Asas Kebebasan Berkontrak Asas kebebasan
berkontrak terlihat di dalam Pasal 1338 KUHP Perdata yang menyebutkan bahwa
segala sesuatu perjanjian yang dibuat adalah sah bagi para pihak yang
membuatnya dan berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya.
b. Asas konsensualisme, artinya bahwa
perjanjian itu lahir pada saat tercapainya kata sepakat antara para pihak
mengenai hal-hal yang pokok dan tidak memerlukan sesuatu formalitas. Dengan
demikian, azas konsensualisme lazim disimpulkan dalam Pasal 1320 KUHP Perdata.
Untuk sahnya suatu
perjanjian diperlukan empat syarat yaitu sebagai berikut:
a. Kata Sepakat antara Para Pihak yang
Mengikatkan Diri Kata sepakat antara para pihak yang mengikatkan diri, yakni
para pihak yang mengadakan perjanjian harus saling setuju dan seia sekata dalam
hal yang pokok dari perjanjian yang akan diadakan tersebut.
b. Cakap untuk Membuat Suatu Perjanjian
Cakap untuk membuat suatu perjanjian, artinya bahwa para pihak harus cakap
menurut hukum, yaitu telah dewasa (berusia 21 tahun) dan tidak di bawah
pengampuan.
c. Mengenai Suatu Hal Tertentu Mengenai
suatu hal tertentu, artinya apa yang akan diperjanjikan harus jelas dan terinci
(jenis, jumlah, dan harga) atau keterangan terhadap objek, diketahui hak dan
kewajiban tiap-tiap pihak, sehingga tidak akan terjadi suatu perselisihan
antara para pihak.
d. Suatu sebab yang Halal Suatu sebab yang
halal, artinya isi perjanjian itu harus mempunyai tujuan (causa) yang
diperbolehkan oleh undang-undang, kesusilaan, atau ketertiban umum.
4. Wanprestrasi dan
Akibat – Akibatnya
Wansprestasi timbul apabila salah satu pihak (debitur) tidak melakukan apa
yang diperjanjikan, misalnya ia (alpa) atau ingkar janji.
Adapun bentuk dari wansprestasi bisa berupa empat
kategori, yakni :
-
Tidak melakukan apa yang disanggupi akan dilakukannya.
-
Melaksanakan apa yand dijanjikannua, tetapi tidak sebagaimana yang
dijanjikan.
-
Melakukan apa yang dijanjikan tetapi terlambat.
-
Melakukan sesuatu yang menurut perjanjian tidak boleh dilakukan.
Akibat-akibat Wansprestasi
Akibat-akibat wansprestasi berupa hukuman atau akibat-akibat bagi debitur
yang melakukan wansprestasi , dapat digolongkan menjadi tiga kategori, yakni :
-
Membayar Kerugian yang Diderita oleh Kreditur
(Ganti Rugi)
Ganti rugi sering diperinci meliputi tiga unsur, yakni :
Ganti rugi sering diperinci meliputi tiga unsur, yakni :
·
Biaya adalah segala pengeluaran atau perongkosan yang nyata-nyata sudah
dikeluarkan oleh salah satu pihak.
·
Rugi adalah kerugian karena kerusakan barang-barang kepunyaan kreditor yang
diakibat oleh kelalaian si debitor.
·
Bunga adalah kerugian yang berupa kehilangan keuntungan yang sudah
dibayangkan atau dihitung oleh kreditor.
-
Pembatalan Perjanjian atau Pemecahan Perjanjian
Di dalam pembatasan tuntutan ganti rugi telah diatur dalam Pasal 1247 dan
Pasal 1248 KUH Perdata. Pembatalan perjanjian atau pemecahan perjanjian
bertujuan membawa kedua belah pihak kembali pada keadaan sebelum perjanjian
diadakan.
-
Peralihan Risiko
Peralihan risiko adalah kewajiban untuk memikul kerugian jika terjadi suatu
peristiwa di luar kesalahan salah satu pihak yang menimpa barang dan menjadi
obyek perjanjian sesuai dengan Pasal 1237 KUH perdata.
5. Hapusnya Perikatan
Perikatan itu bisa
hapus jika memenuhi kriteria-kriteria sesuai dengan Pasal 1381 KUH Perdata. Ada
10 (sepuluh) cara penghapusan suatu perikatan adalah sebagai berikut :
- Pembaharuan
utang (inovatie)
Novasi adalah suatu
persetujuan yang menyebabkan hapusnya sutau perikatan dan pada saat yang
bersamaan timbul perikatan lainnya yang ditempatkan sebagai pengganti perikatan
semula.
Ada dua macam novasi
yaitu :
·
Novasi obyektif,
dimana perikatan yang telah ada diganti dengan perikatan lain.
·
Novasi subyektif
pasif, dimana debiturnya diganti oleh debitur lain.
- Perjumpaan
utang (kompensasi)
saya suka music_nya :D
BalasHapusAsik musicnya
BalasHapus